Bolagg : Perbedaan Investasi Saham dan Kripto

 Sama-sama Punya Risiko, Apa Bedanya Investasi Saham & Kripto?



Instrumen investasi sangat beragam mulai dari aset yang berisiko rendah hingga berisiko tinggi. Dalam rumus investasi, semakin besar risiko maka semakin besar potensi keuntungan. Bagi yang ingin mendapatkan can besar bisa menempatkan dananya pada instrumen saham atau kripto. Kedua instrumen tersebut memiliki perbedaan.
Perbedaan utama antara saham dan kripto adalah aset yang mendasari atau underlying dati kedua instrumen tersebut.
Investasi saham dapat diartikan sebagai investor yang memiliki persentase dari sebuah perusahaan dan dapat memperoleh keuntungan melalui kenaikan harga saham di pasar dan dividen. Adapun underlying asset dari saham adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek. Sedangkan, kripto merupakan sebuah mata uang digital yang nilainya tidak diatur oleh pemerintahan atau bank sentral, tetapi diatur menggunakan teknologi blockchain. Pada dasarnya, mata uang fiat, seperti rupiah dan dolar, sudah tidak memiliki aset yang mendasari pada era modern ini. Sebelumnya, fiat memiliki underlying asset berupa emas, namun Amerika Serikat menghilangkannya pada 1971.
Di sisi lain, kripto, sebagai mata uang digital, juga tidak memiliki underlying asset. Tetapi, investor pro kripto memandang bahwa underlying dari kripto adalah teknologi blockchain. Investor dapat memperoleh keuntungan berinvestasi di kripto melalui kenaikan harga. Mengutip BankRate, pergerakan harga kripto berdasarkan spekulasi dari suatu sentimen.
Kedua instrumen investasi tersebut tentunya menimbulkan polemik. Tentunya, pilihan tersebut juga akan bergantung dengan profil risiko investor. Berikut pro dan kontra berinvestasi di kripto vs saham dari berbagai sumber dan analisis tim riset perbedaan.himpunan
Pro dan Kontra Berinvestasi di Saham vs Kripto
Pro berinvestasi di aset kripto Lindung nilai mata uang fiat merupakan kelebihan kripto sebagai mata uang yang memberontak sistem fiat, mengingat naturalnya yang tidak diatur pemerintah dan bank sentral. Biasanya, pelemahan mata uang fiat akan meningkatkan nilai kripto dan juga sebaliknya.
Potensi keuntungan tinggi menjadi alasan berinvestasi di kripto. Sejak November 2015, Bitcoin telah memberikan imbal hasil 85 kali lipat atau 8.500%! Berinvestasi Bitcoin Rp 1 juta saat itu akan bertumbuh menjadi Rp 85 juta.
Peningkatan jumlah mata uang kripto dan peminatnya disebabkan pandemi covid-19 membuat hampir bank sentral seluruh dunia menerapkan kebijakan peningkatan jumlah mata uang fiat. Hal tersebut membuat pelaku pasar semakin meragukan pemerintahan dan bank sentral akan potensi terjadinya inflasi dan kenaikan suku bunga di masa depan.

Hal tersebut menjadikan pelaku pasar berinvestasi di aset lawan mata uang fiat, sehingga minat kripto meningkat dan banyak bermunculan kripto baru.

Kontra berinvestasi di aset kripto

Volatilitas tinggi kripto merupakan risiko dibalik imbal hasilnya yang tinggi. Peningkatan harga kripto yang tinggi diikuti dengan penurunan yang tinggi pula. Maka dari itu, kripto sering disebut sebagai aset dengan risiko tinggi dan imbal hasil tinggi atau "high risk, high return". Risiko kejahatan siber merupakan risiko mata uang digital. Peningkatan kualitas digital diikuti dengan penjahat digital pula. Kehilangan
Kripto tidak memiliki nilai intrinsik layaknya saham yang memiliki aset yang mendasari berupa perusahaan.

Saham dapat dinilai menggunakan kinerja perusahaan, sedangkan kripto tidak memiliki aset yang dapat mewakili mata uang digital tersebut.

Risiko peraturan menjadi persoalan investor kripto. Banyak negara melarang perdagangan kripto, karena masih belum terdapat kejelasan dari aset baru tersebut.

Belakangan, isu peraturan menjadi persoalan dengan gugatan terhadap Binance, Coinbase, dan sebagainya.
Kecurangan penerbit kripto banyak terjadi di tengah bertambahnya kripto yang tidak bertanggung jawab. Tindakan ini biasa disebut dengan rug pull atau uang dibawa kabur oleh developer suatu koin, seperti yang terjadi di FTX.

Pro berinvestasi di saham

Imbal hasil saham telah terbukti bertahun-tahun terlihat sejak awal tahun 2000, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) telah bertumbuh 876%. Pertumbuhan IHSG sejalan dengan pertumbuhan nilai intrinsik dari fundamental perusahaan yang terdaftar di bursa.

Memiliki nilai intrinsik membuat investor dapat menilai aset lebih relevan dan memang terdapat produk dibalik aset keuangan yang dimiliki. Misal, membeli 1% saham Indofood, artinya investor tersebut mempunyai kepemilikan 1% Indofood.

Peraturan yang lebih matang disebabkan saham telah ada sejak beberapa dekade sebelumnya, sehingga peraturan telah diperbarui untuk keamanan investor. Misal, peraturan penurunan harga saham memiliki batas sampai 25% sehari, sehingga investor tidak dapat rugi besar dalam sehari (pra pandemic). Sedangkan, kripto belum diatur.
Kontra berinvestasi di saham

Pasar tidak bergerak sesuai nilai intrinsik merupakan risiko berinvestasi di saham. Pasar terkadang bergerak berbeda arah akibat adanya sentimen negatif. Misal, saham perbankan Indonesia ikut turun, padahal valuasi murah dan laba bersihnya bertumbuh, penurunan disebabkan kegagalan Sillicon Valley Bank.

Potensi keuntungan yang lebih rendah dibanding kripto secara jangka pendek disebabkan tingginya volatilitas kripto. Kripto yang cepat mengalami penurunan dan kenaikan otomatis akan berpotensi memberikan keuntungan besar.

Sedangkan, saham yang pergerakan hariannya telah diatur batasan Auto Reject Atas dan Bawah (ARA dan ARB) akan membatasi volatilitas secara harian.


Kedua instrumen investasi tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Investor tentunya dapat memilih sesuai dengan profil risikonya atau bahkan mendiversifikasi di kedua aset tersebut. Keuntungan berinvestasi di kedua aset tersebut tentunya akan memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan pengetahuan dan pengalaman investor.


Posting Komentar

0 Komentar